Selasa, 12 Juni 2018

di...


Di beranda yang sama. Matahari terlihat merah dari tempatku memandang. Sebentar lagi gelap, tapi aku masih enggan beranjak. Sepertinya aku nyaman hanya sebatas beranda. Rerumputan liar dibawah bangku tempatku duduk kian nyaring menyuarakan kesepian. Mengingat kembali apa saja yang pernah terjadi di sini, di beranda ini. Rindu yang merdu, pada ayah, ibu, dan beberapa kendaraan yang pernah parkir di sini untuk berbagai maksud. Bertamu, atau sekedar bertanya alamat.

Aku sendiri saja disini
Aku tak butuh siapapun selain ketabahan merelakan matahari undur diri
Pertanda sepi datang sebentar lagi, tanpa ayah, tanpa ibu
Aku sendiri saja disini
Menggulung sendiri rinduku

Waktuku tak banyak. Aku harus pergi. Tidak ada gunanya berlama-lama hanya untuk mengingat segala hal yang telah berlalu. Tapi aku ingin masuk ke dalam. Aku ingin masuk rumah. Aku ingin pulang. Tapi disana badai. Disana angin menderu kencang. Disana petir saling menyambar. Disana badai. Di rumahku. Disana badai!

Aku ingin pulang
Aku ingin pulang
Pada kasih
Pada kesabaran
Pada kesejukan
Pada keramahan
Pada ayah
Pada ibu
Tapi disana badai!

Sumpah serapah itu menjanjikan ketenangan bagiku. Begitupun keterasingan menyertai. Biarlah aku sebatas beranda saja. Dirumahku badai...

Brengsek.


Selasa, 17 April 2018

Kembali

Deru menderu
Begitu selalu terburu buru

Tarikan napas tak pernah semurni ini.
Ingin kujelaskan, namun tampaknya tak sesederhana itu. Perasaan entah apa ini namanya, lebih dari syukur, lebih dari kasih, diatasnya kelegaan, lebih dari apapun yang pernah terasa.
Seperti selalu menghirup aroma petrichor. Laiknya senja setelah gerimis. Lega saat kuhirup aromanya. Menjalar menusuk hingga dada berdesir.

Aku merasa begitu bergairah...
Aku merasa begitu bergairah...
Ya.
Seperti menenggelamkan seluruh badanku ke dalam lautan caci, terhuyung ke tepian. Kudus...

Aku merasa begitu bergairah
Tak lagi ada amarah

Ya Tuhan...
Perasaan apa ini?
Aku benar-benar seperti terlahir kembali

Aku merasa begitu bergairah,
Seperti bagian dari dalam diriku telah kembali...
Seperti ada masa yang telah terlewati saat aku bukanlah aku.

Seperti biasanya, jalanan yang selalu aku lewati dengan tujuan yang itu-itu saja.
Namun kali ini aku takjub. Batinku seperti tak pernah sedamai ini...

Apakah ini semacam perdamaianku dengan diriku sendiri?
Aku berdamai?
Benarkah?
Bahkan aku benar-benar seperti melihat cahaya dan kabut sejuk secara bersamaan.
Aku damai,
Aku bergairah

Sebelumnya,
Aku bermimpi melihat banyak sekali anak-anak kecil datang padaku dan aku sangat senang. Aku menyukai mereka. Aku menari dan berlarian bersama mereka.
Aku dimana?
Aku dimana?

Sungguh,
Aku benar-benar sedang bergairah

Aku sudah pulang

Tuhan...

Senin, 19 Maret 2018

Bungkusan tuan

Mampus aku!
Dicabik-cabik waktu
Dipecundangi nafsu
Dipecuti ragu
Mampus!

Enggan menyebutnya tubuh. Susunan tulang belulang yang menyembul pada lembar kulit yang ruam.  Sisa napas dan mulut yang bau. Juga kentut.

Mau apa?
Mau makan?
Iya?

Mulutnya hanya menganga...
Berharap tuan pulang bawa buah dan sayur mayur
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai oleh-oleh

Lalu menggeliat...
Berharap tuan bawakan anggur sebelum mengerang
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai selimut

Lalu terlentang...
Berharap tuan bawakan beberapa linting setelah mandi
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai ucapan terimakasih

Ya tuan...