Di beranda yang sama. Matahari terlihat merah dari tempatku
memandang. Sebentar lagi gelap, tapi aku masih enggan beranjak. Sepertinya aku
nyaman hanya sebatas beranda. Rerumputan liar dibawah bangku tempatku duduk
kian nyaring menyuarakan kesepian. Mengingat kembali apa saja yang pernah
terjadi di sini, di beranda ini. Rindu yang merdu, pada ayah, ibu, dan beberapa
kendaraan yang pernah parkir di sini untuk berbagai maksud. Bertamu, atau
sekedar bertanya alamat.
Aku sendiri saja disini
Aku tak butuh siapapun selain ketabahan merelakan matahari undur
diri
Pertanda sepi datang sebentar lagi, tanpa ayah, tanpa ibu
Aku sendiri saja disini
Menggulung sendiri rinduku
Waktuku tak banyak. Aku harus pergi. Tidak ada gunanya
berlama-lama hanya untuk mengingat segala hal yang telah berlalu. Tapi aku
ingin masuk ke dalam. Aku ingin masuk rumah. Aku ingin pulang. Tapi disana
badai. Disana angin menderu kencang. Disana petir saling menyambar. Disana badai.
Di rumahku. Disana badai!
Aku ingin pulang
Aku ingin pulang
Pada kasih
Pada kesabaran
Pada kesejukan
Pada keramahan
Pada ayah
Pada ibu
Tapi disana badai!
Sumpah serapah itu menjanjikan ketenangan bagiku. Begitupun keterasingan
menyertai. Biarlah aku sebatas beranda saja. Dirumahku badai...
Brengsek.