Riuh dalam gersang yang abadi
September sudah selesai, namun hujan tak kunjung turun. Masih dalam
suasana yang sama. Masih dalam awan yang sama, dan masih dalam rindu yang sama.
Seperti bulan yang tampak pada langit malam penghabisan 30S 2015, seperti itu
pula kira-kira rinduku, bulat dan utuh, sejadi-jadinya. Mimpi seakan dekat
dengan kenyataan. Kali ini segudang ambisi seakan tak lagi bertirai. Semuanya jelas
di depan mata. Hanya saja, mana yang lebih dekat denganku?
Dengan pensil, kuas, dan cat, bisa kugambar segalanya,
Dengan kamera, bisa kuabadikan kenangan,
Dengan alat musik seadanya, bisa kulantunkan syair,
Dengan asa, bisa kulakukan semuanya, semuanya…
Lalu yang mana aku?
Yang menggambar atau digambar?
Yang mengabadikan atau diabadikan?
Yang dilantunkan, atau justru aku yang melantunkan?
Ada resah yang kemudian berbisik. Bagaimana aku bisa mengejar semua
yang menyenangkan bagiku dalam waktu yang bersamaan? Tentu tidak seketika. Ini hanya
pengalihan. Aku pikir, satu pelukan saja cukup untuk membunuh semua mimpi dan
ambisiku.
Mencari siapa aku..
Komunikasi
Sketsa
Design
Musik
Fashion
Fotografi
Sinematografi
…
Terlalu banyak hal yang hanya sebanding dengan satu obyek. Satu satu
nya. Semua itu seakan seharga dengan satu pelukan saja. Satu saja.
Bagaimana sebuah kepuasan terbingkai dari rasa ingin selalu senang. Tentang
mencari seperti apa seharusnya bertindak. Tak kira bisa kulambungkan lagi
ambisiku yang sempat padam pada sebuah September di musim yang lalu. Tak kira
angin segar sangat dekat menghantam wajahku. Membangunkanku dari mati suri. Aku
kembali…
Untukmu, dimensi mimpiku…