Bait demi bait mulai sia sia
Meredam bahagia menjadi duka
Menepis tawa berganti amarah
Senada..
Mungkin dua nada lebih tinggi,
Atau lebih tinggi lagi,
Hingga dadanya berdebar sesak
Di padang sunyi, sangat sunyi
Kuas dari seberang melukis tawa di bibir yang membiru
Memberi sedikit rona pada pipi yang memucat
Sebelum itu,
Wanita yang sendiri dalam diamnya
Menahan segala isi hatinya
Gundah berkepanjangan
Menjaga lisan agar tak menyakiti
Namun sia-sia,
Baginya, selalu tersisa marah
Baginya, selalu tersisa nada tinggi itu
Baginya, selalu tersisa kesalahan
Hanya baginya, bagi wanita itu
Tangannya lumpuh
Telinganya tuli
Matanya buta
Lisannya bisu
Hatinya membeku
Terbiasa pulang pada sangkar yang ia yakini sebagai rumah,
Asal dari nada tinggi itu...
Mengenang hingga gila
Merindukan nada yang belum setinggi itu,
Begitu manis
Melamun hanya melamun sampai mati
Sebait rindu dibalik kardus
Semanis ingatan sebelum lumpuh
Sebelum mati.