Senin, 11 September 2017

Dia, Zoe

#2
Sore itu masih sama. Masih dengan Ry yang tak bisa dibaca isi hatinya oleh sembarang orang. Zoe. Perempuan sakti itu, Zoe. Yang mengagumi sajak-sajak Ry. Dia Zoe, yang menghabiskan malam dengan Ry hanya untuk melihat bintang— atau hanya ingin bersama Ry.

Pertemuan kali ini benar-benar tak diinginkan Zoe. Zoe merasa bahwa tidak seharusnya seperti itu. Bahwa tidak seharusnya ia mempersilahkan Ry memeluknya, dengan alasan apapun.

"Zoe. Please!" Gumam Zoe pada dirinya sendiri

Zoe bersikeras menyangkal apa yang dirasakannya. Rasa yang sangat sulit ia jelaskan, bahkan pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Ry hanya menatap penuh tanya kepada Zoe. Matanya yang tajam semakin membuat Zoe merasa sangat tidak enak.

"Life is beautiful grey" celetuk Ry membuka percakapan

Seketika Zoe menatap Ry penuh tanya.

"maksud kamu?"

"Iya. Beautiful grey. Just grey."

Zoe hanya diam berusaha mencerna apa yang dimaksud Ry.

"Bahkan kamu tidak tau, bagaimana hitam-dan bagaimana putih. Just grey"



#4
Sekitar pukul tiga sore di teras. Sebelum itu, Zoe masih dengan ke-abu-abuan-nya. Pelukan yang kesekian kalinya dari Ry, yang masih dikagumi sajak-sajaknya oleh Zoe. Dihisapnya batang rokok di tangan kanan sembari merapihkan baju yang ia kenakan. Begutu saja, Ry menyapa punggung Zoe dan mendekatkan dadanya. Dihisapnya lebih dalam, sebatang rokok untuk meyamarkan kalau sedang salah tingkah.

Ry mengundurkan diri. Ia menyadari sudah pukul tiga sore.

"Ayo" ajak Ry

Di teras, dengan badan sedikit membungkuk, Zoe duduk di bale untuk merapihkan tali sepatunya. Ry tepat berada di depannya memperhatikan. Saat Zoe merapihkan tali sepatu sebelah kanan, Ry mendekat dan meraih kepala Zoe. Dengan sedikit membungkuk pula, ia daratkan sebuah ciuman di kening Zoe.

Bagi Zoe, ia merasa semmakin tak karuan. Kemudian mereka berlalu sendiri-sendiri. Ry dengan saxophone kesayangannya berlalu pergi karena sudah dijemput temannya. Zoe dengan semua kekacauan. Zoe kacau.