Minggu, 17 Maret 2019

Intermezo

Beberapa tahun terakhir ini tidurku tak pernah nyaman. Sangat sulit bermimpi indah, bahkan di ruangan ber-AC yang selalu dengan sengaja kumatikan, sebab aku sering menggigil karena telat makan. Di sebuah kamar yang kutata sedemikian rupa agar aku nyaman berada di sana. Tapi tak pernah kenyamanan itu menyertaiku dengan mimpi indah. Prasangka ku lebih kuat rupanya, menjalar hingga alam bawah sadarku. Lalu aku selalu terbangun dengan perasaan yang sangat tidak enak. Bahkan saat mataku belum benar-benar memejam.
Matahari selalu bersinar tepat waktu. Dan tenggelam di waktu yang sama. Hanya kadang sedikit merah, tanda cuaca  sedang cerah. Tapi perasaanku masih sama. Masih tetap tak enak.
Hari demi hari berlalu dengan sisa luka yang berganti. Menumpuk dan menjadi marah. Keriangan yang dulu selalu kutawarkan, berganti menjadi muram dan menusuk mata siapapun yang menatapku.
Hari demi hari berlalu dengan usaha keras untuk memaafkan. Tapi semuanya kadang terasa sia-sia saat hanya aku yang mengerti. Ingin sekali marah dan pergi sejauh mungkin. Tapi ini permasalahan yang sederhana namun rumit.

Hmm..
Ingin sekali menuliskn semuanya, tapi di saat itu pula aku menginginkan percakapan yang lebih intim. Dengan seseorang atau beberapa saja yang kuharap bisa sedikit menyembuhkan.

Sebab aku selalu ingin berbagi hal-hal baik.
Tapi aku mengabaikan sisi burukku yang kadang juga harus dimaafkan dan diterima.

Andai~

...
Yasudahlah. Semoga di lain waktu kita bisa saling berkunjung dan menyembuhkan...

Salamku,

Senin, 21 Januari 2019

Yha...

Perjalanan panjang. Usai menyusuri semak, kini hamparan rawa berada tepat di depan matanya. Malam itu seharusnya purnama. Waktu terbaik baginya untuk istirahat. Atau setidaknya melepas lelah. Sekedar berjemur di bawah terik purnama, sudah cukup menyembuhkan baginya. Tapi langit tak menghendaki. Bukannya bintang, malam itu langit lebih tertarik pada awan hitam, mempersembahkan guguran butir-butir air yang deras. Tidak ada purnama.

Tubuhnya mulai menggigil. Di ujung semak-semak sekaligus di pangkal rawa. Ia harus berjalan menuju sebuah pulau yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Pulau dengan banyak peri, katanya. Matahari yang tak kunjung tinggi membuatnya semakin tertanam dalam keyakinan yang memudar. Tentang purnama, matahari, dan pulau peri.

Ke-sia-siaan— gumamnya pada ranting semak yang belum sempat mengering.

Segala upaya ia lakukan untuk mencari alasan mengapa harus menuju pulau itu. Ada apa disana? Selain peri. Ia sudah terlanjur melewati semak-semak. Enggan untuk kembali. Maka itulah satu-satunya alasan baginya untuk melanjutkan perjalanan melewati rawa. Jika ada yang ia temui dalam perjalanan, ia hanya akan diam. Sebab, menyapa berarti memulai. Dan semua yang bermula akan berakhir. Lalu ia sadar bahwa perjalan ini telah ia mulai.

Ia telah memulai perjalanannya sendiri. Maka akan berakhir juga nantinya. Semoga di pulau...
Jika tidak, kurasa itu bukan akhir baginya. Ia akan terus berjalan.
Kecuali ia mengakhirinya sendiri. Di ujung semak-semak. Atau kembali. Memulai lagi, mengakhirinya...
Memulai,
Mengakhiri...
...

Selasa, 12 Juni 2018

di...


Di beranda yang sama. Matahari terlihat merah dari tempatku memandang. Sebentar lagi gelap, tapi aku masih enggan beranjak. Sepertinya aku nyaman hanya sebatas beranda. Rerumputan liar dibawah bangku tempatku duduk kian nyaring menyuarakan kesepian. Mengingat kembali apa saja yang pernah terjadi di sini, di beranda ini. Rindu yang merdu, pada ayah, ibu, dan beberapa kendaraan yang pernah parkir di sini untuk berbagai maksud. Bertamu, atau sekedar bertanya alamat.

Aku sendiri saja disini
Aku tak butuh siapapun selain ketabahan merelakan matahari undur diri
Pertanda sepi datang sebentar lagi, tanpa ayah, tanpa ibu
Aku sendiri saja disini
Menggulung sendiri rinduku

Waktuku tak banyak. Aku harus pergi. Tidak ada gunanya berlama-lama hanya untuk mengingat segala hal yang telah berlalu. Tapi aku ingin masuk ke dalam. Aku ingin masuk rumah. Aku ingin pulang. Tapi disana badai. Disana angin menderu kencang. Disana petir saling menyambar. Disana badai. Di rumahku. Disana badai!

Aku ingin pulang
Aku ingin pulang
Pada kasih
Pada kesabaran
Pada kesejukan
Pada keramahan
Pada ayah
Pada ibu
Tapi disana badai!

Sumpah serapah itu menjanjikan ketenangan bagiku. Begitupun keterasingan menyertai. Biarlah aku sebatas beranda saja. Dirumahku badai...

Brengsek.


Selasa, 17 April 2018

Kembali

Deru menderu
Begitu selalu terburu buru

Tarikan napas tak pernah semurni ini.
Ingin kujelaskan, namun tampaknya tak sesederhana itu. Perasaan entah apa ini namanya, lebih dari syukur, lebih dari kasih, diatasnya kelegaan, lebih dari apapun yang pernah terasa.
Seperti selalu menghirup aroma petrichor. Laiknya senja setelah gerimis. Lega saat kuhirup aromanya. Menjalar menusuk hingga dada berdesir.

Aku merasa begitu bergairah...
Aku merasa begitu bergairah...
Ya.
Seperti menenggelamkan seluruh badanku ke dalam lautan caci, terhuyung ke tepian. Kudus...

Aku merasa begitu bergairah
Tak lagi ada amarah

Ya Tuhan...
Perasaan apa ini?
Aku benar-benar seperti terlahir kembali

Aku merasa begitu bergairah,
Seperti bagian dari dalam diriku telah kembali...
Seperti ada masa yang telah terlewati saat aku bukanlah aku.

Seperti biasanya, jalanan yang selalu aku lewati dengan tujuan yang itu-itu saja.
Namun kali ini aku takjub. Batinku seperti tak pernah sedamai ini...

Apakah ini semacam perdamaianku dengan diriku sendiri?
Aku berdamai?
Benarkah?
Bahkan aku benar-benar seperti melihat cahaya dan kabut sejuk secara bersamaan.
Aku damai,
Aku bergairah

Sebelumnya,
Aku bermimpi melihat banyak sekali anak-anak kecil datang padaku dan aku sangat senang. Aku menyukai mereka. Aku menari dan berlarian bersama mereka.
Aku dimana?
Aku dimana?

Sungguh,
Aku benar-benar sedang bergairah

Aku sudah pulang

Tuhan...

Senin, 19 Maret 2018

Bungkusan tuan

Mampus aku!
Dicabik-cabik waktu
Dipecundangi nafsu
Dipecuti ragu
Mampus!

Enggan menyebutnya tubuh. Susunan tulang belulang yang menyembul pada lembar kulit yang ruam.  Sisa napas dan mulut yang bau. Juga kentut.

Mau apa?
Mau makan?
Iya?

Mulutnya hanya menganga...
Berharap tuan pulang bawa buah dan sayur mayur
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai oleh-oleh

Lalu menggeliat...
Berharap tuan bawakan anggur sebelum mengerang
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai selimut

Lalu terlentang...
Berharap tuan bawakan beberapa linting setelah mandi
Tapi tuan,
Hanya membungkus janji sebagai ucapan terimakasih

Ya tuan...

Senin, 11 September 2017

Dia, Zoe

#2
Sore itu masih sama. Masih dengan Ry yang tak bisa dibaca isi hatinya oleh sembarang orang. Zoe. Perempuan sakti itu, Zoe. Yang mengagumi sajak-sajak Ry. Dia Zoe, yang menghabiskan malam dengan Ry hanya untuk melihat bintang— atau hanya ingin bersama Ry.

Pertemuan kali ini benar-benar tak diinginkan Zoe. Zoe merasa bahwa tidak seharusnya seperti itu. Bahwa tidak seharusnya ia mempersilahkan Ry memeluknya, dengan alasan apapun.

"Zoe. Please!" Gumam Zoe pada dirinya sendiri

Zoe bersikeras menyangkal apa yang dirasakannya. Rasa yang sangat sulit ia jelaskan, bahkan pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Ry hanya menatap penuh tanya kepada Zoe. Matanya yang tajam semakin membuat Zoe merasa sangat tidak enak.

"Life is beautiful grey" celetuk Ry membuka percakapan

Seketika Zoe menatap Ry penuh tanya.

"maksud kamu?"

"Iya. Beautiful grey. Just grey."

Zoe hanya diam berusaha mencerna apa yang dimaksud Ry.

"Bahkan kamu tidak tau, bagaimana hitam-dan bagaimana putih. Just grey"



#4
Sekitar pukul tiga sore di teras. Sebelum itu, Zoe masih dengan ke-abu-abuan-nya. Pelukan yang kesekian kalinya dari Ry, yang masih dikagumi sajak-sajaknya oleh Zoe. Dihisapnya batang rokok di tangan kanan sembari merapihkan baju yang ia kenakan. Begutu saja, Ry menyapa punggung Zoe dan mendekatkan dadanya. Dihisapnya lebih dalam, sebatang rokok untuk meyamarkan kalau sedang salah tingkah.

Ry mengundurkan diri. Ia menyadari sudah pukul tiga sore.

"Ayo" ajak Ry

Di teras, dengan badan sedikit membungkuk, Zoe duduk di bale untuk merapihkan tali sepatunya. Ry tepat berada di depannya memperhatikan. Saat Zoe merapihkan tali sepatu sebelah kanan, Ry mendekat dan meraih kepala Zoe. Dengan sedikit membungkuk pula, ia daratkan sebuah ciuman di kening Zoe.

Bagi Zoe, ia merasa semmakin tak karuan. Kemudian mereka berlalu sendiri-sendiri. Ry dengan saxophone kesayangannya berlalu pergi karena sudah dijemput temannya. Zoe dengan semua kekacauan. Zoe kacau.

Selasa, 06 Juni 2017

Hilang

Lalu dia pergi...

Keegoisan membawanya terbang. Dia bebas sekarang. Tak perlu lagi menipu diri sendiri.

Katanya,

     "Km gak pengen liat matahari esok sangat indah. Dan km senyum dalam setiap jalanmu?"

     "Kalo mau liat matahari indah esok.  bisa kamu coba lakukan esok."

    "Aku mau. aku akan melakukannya besok. Aku pengen lihat matahari esok sangat indah, dan aku senyum dalam setiap jalanku"


#1

Ry, sajaknya mampu mencuri hati seorang perempuan yang sedang kebingungan. Pertama-tama perempuan itu hanya mengagumi karyanya. Tak pernah terpikirkan bagi Ry dan perempuan itu bahwa mereka akan bertemu lagi dalam suasana yang hangat. Di suatu malam yang tak terlalu dingin, perempuan itu hilang. Menenggelamkan hasratnya untuk mencumbui sajak-sajak Ry. Padahal, jika ingin, saat itu Ry berada tepat di sampingnya sebagai seseorang yang juga merasa hilang.

Perempuan itu tampak risau. Dilihatnya bintang-bintang di langit dari tempat meraka duduk. Mereka seakan benar-benar dua manusia yang hilang—atau sengaja menghilang dari keadaan. Bukan melarikan diri, hanya hilang. Kira-kira seperti itulah mereka saat itu. Perempuan itu berada di samping kanan Ry. Ry tak keberatan. Sesekali Ry merebahkan punggungnya, mungkin lelah akibat duduk terlalu lama. Dengan hikmat, perempuan itu mengikutinya. Berharap merasakan apa yang dirasakan oleh Ry, agar ia mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi. Sesekali mata mereka bertemu. Ry tampak masih segan memaknai tatapan semacam itu. Perempuan itu makin tenggelam bersama aroma dini hari.

Matahari meninggi, Ry merasa sudah cukup lama mereka berada di sana. Sehabis dua bungkus rokok, mereka memutuskan untuk pulang.